Senin, 30 Maret 2009

Ketika Sakura Bermekaran

Nyanyian angin semilir melantunkan tembang musim semi
Indah berpadu dengan tarian bunga sakura
Anggukkan kepala putik dan hentakkan tangkai kaki

Wahai sakura yang mekar di pagi hari
Ajaklah mata semua insan memahami warna kemilau daunmu
Sendengkan telinga mereka mendengarkan goyang kecilmu
Harumkan hati para sejoli yang menyukai pink di seantero ragamu
Ingatkan bahwa hari ini " Aku, sakura... sedang ingin dimanja dan dicintai"

Nampak para serangga mungil mencoba mendekati dirimu
Ingin rasanya mengusir mereka yang hanya mengganggu rasamu yang ria gembira
Andaikan aku bisa menyapa untuk menghela mereka menjauh darimu ...

Sementara senja, malam dan pagi saling silih berganti
Auramu tak lekang mengundang pesona
Yang ingin mengelus dan memetikmu hanya memandang terpana
Amboi... sakura yang didamba memang menghenyakkan dada
Kadang menggoda namun tak boleh diraba
Arghhh andai saja sakura itu tumbuh dan mekar selama 365 hari

Why hate monday??

Senin datang lagi
Banyak yang benci
Banyak yang dengki
Banyak yang "hate" ama doski

Tapi apa yang salah dengan Senin
Ia datang seperti bayi tak berdosa
Hanya ingin melambai bak seorang "king"
Dan menyapa "mat pagi" kepada siapa saja

Haruskah kita membencinya?
Haruskah kita menolaknya?
Apakah hari berikutnya juga indah?
Atau justru lebih parah?

I don't hate monday
I only hate everybody that hate the day
I always make a wish that someday
Every monday is a blessing day

Senin ku marilah kemari
Kusambut dirimu dalam putaran hari
Kugapai senyummu dalam kisaran waktu yang berlari
Berbuatlah sesuatu agar mereka selalu menyayangimu seperti mereka merindukan mentari

Minggu, 29 Maret 2009

Karnaval Demokrasi

Seperti pelangi yang berarak
Demikian pulalah karnaval ini bergerak
Kadang merah darah, hijau kemilau bahkan kuning yang menghenyak
Dan ada saatnya putih menghampar dan biru mengoyak

Ratusan knalpot berderu dengan orkestra seadanya
Diantara jeritan dan kepiluan ekonomi
Diantara pekikan dan rintihan yang melanda
Diantara reruntuhan budaya yang mencoba saling berbagi

Ada rasa sedih dan gembira
Bercampur rasa takut dan ria
Melawan realita yang lewat begitu saja
Meluncur membelah samudera pesta yang membahana

Dikala mereka berlomba menjadi nomor satu
Merayu dan menjajakan sejuta janji
Berharap khayalak menengok dan memberi restu
Pada sejumlah insan yang tiada pernah menentukan arah pasti

Ku hanya berharap ada bahagia disertai doa
agar karnaval juga bersuara bagi mereka-mereka,
yang hidupnya hanya cukup untuk satu hari saja,
yang kisah kasihnya terengut oleh amarah bencana,
yang berjuang diantara sesama yang terkapar dan terhina,
yang melawan segala godaan duniawi yang fana,
yang berperang melawan diri sendiri dan segala kemunafikannya.

(dan dalam hati ku hanya bertanya "pedulikah mereka akan rekan sesamanya"??
hanya deru debulah yang bisa menjawab ....)

Sabtu, 28 Maret 2009

Malam Minggu (1)

Ada kerlip bintang di langit membiru
Ketika malam minggu kembali memanggil
Dan aku hanya sendiri di atas tilam ini
Menatap relung hati yang sepi

Sementara bulan tersenyum manis padaku
Mata hanya diam menatap
Walaupun purnama dan kejora melambai
Bibirku hanya tertutup bisu

Diluaran sana berjuta sejoli memadu kasih
Di sela emperan toko dan selasar pantai
Ditemani deru angin semilir yang mengalir
Diantara redup lampu yang memijar

Dan ketika mereka melewati jendela kamarku
Ada rasa miris yang mengiris sembilu
Tak peduli akan saraf jantungku yang terhimpit sendu
Seperti detak irama yang menyanyikan lagu pilu

Entah sudah berapa minggu ku sendiri
Tanpa teman berbagi suka
Hanya dinding putih yang selalu diam
Berbagi rasa diantara selimut-selimut putih

Dan detik waktu terus bergerak merayap
Malam minggu beranjak pergi dari peraduannya
Aku terhenyak lagi
Ah sang waktu... begitu cepatnya malam minggu berlalu

(Dan aku hanya menunggu lagi malam minggu selanjutnya)...

Jumat, 27 Maret 2009

Kumbang dan Kembang

Senyum kembang menguak tirai
Dikala kumbang berarak mencari
Dan menari dipanggung lembut nan asri

Saat menuai madu kembang
Ada rasa senang sang kumbang
Tak satupun yang bisa menghalang

Kadang kembang berdandan
Menarik kumbang yang sepadan
Seakan berkata, "kembalilah dan jangan lupa esok pagi kau harus datang"

Ketika kembang tidak lagi mekar
Sang kumbang hanya menatap nanar
Tapi tetap melayang berputar
(walaupun tidak berhenti)

Kini kembang terjatuh layu
Putik dan sari sudah kuyu
Kumbang pun beralih ke kembang lain yang ayu

Kumbang dan kembang
Memang padanan seimbang
Tiada pernah mereka terpisah
Kecuali waktu dan kehidupan yang memecah