Kamis, 02 April 2009

Celoteh Jalan Beraspal

Aku terdiam. Ya...benar-benar terdiam. Bisu. Kaku. Tak bergerak. Karena aku hanyalah jalan beraspal yang hitam legam dan diam terpaku.
Riuh rendah kendaraan tak kuhiraukan. Klakson mobil dan motor tak akan digubris. Berisik dan memekakkan telinga siapa saja. Berasap dan mengeluarkan polusi hitam yang masuk ke pori-pori badanku.
Injakan tapak beribu kaki manusia kuacuhkan. Walau tak berbekas, tapi seretan kaki mereka ke atas badanku bagaikan gesekan biola yang mendayu-dayu. Tawa lepas mereka, seakan menertawakan diriku yang hitam dan tertindih oleh mereka. Celoteh mereka semakin hingar bingar. Pusingg. Sakit rasanya kepala ini. Perih telinga mendengarnya.
Ban mobil, motor, truk, bus dan sepeda yang berderit dan melindas kubiarkan melaju diatas badanku yang hitam. Pegal dan capai tentunya. Tapi itulah tugas yang harus kuemban setiap hari. Menanggung beban yang berat dari sejuta mahluk asing yang melintas di atas diriku. Sungguh tidak ringan. Namun adakah yang sedikit peduli dan mengerti?
Kadang badanku sudah melunak. Tidak rata lagi. Tidak sekekar dahulu lagi. Sinaran mentari membakar kulit terluarku. Mengelupas selapis demi selapis. Berbentuk gelombang tipis di sekujur tubuhku. Ibarat ombak laut yang bergelombang naik turun tak berhenti. Tak ada selimut tempat berlindung dari sengatan terik mentari. Sinarnya yang menyala menggoreng ari-ari kulitku. Panas. Menyengat. Adakah yang mau meletakkan payung atau pelindung disekujur badanku?
Dan bila musim penghujan tiba, ada beberapa borok yang menghias badan yang hanya 15-20 cm tebalnya. Tak ada rasa kasihan dari para pelaku jalan. Mereka hanya melihat. Memandang. Kadang meletakkan pasir dan batu seadanya. Tapi esok dan lusa, borok itu makin membesar. Kubangan yang terbentuk itu bahkan sanggup menjatuhkan pengendara motor. Air yang terbentuk disepanjang borok badanku pun menggangu pejalan kaki dan pengendara lain. Saling umpat. Saling caci. Dan mereka menunjuk-nunjuk ke arah diriku. Aku bagai terpidana yang hanya bisa disalahkan. Dijadikan korban. Kambing hitam yang tak bisa membela diri. Maukah mereka mengerti sedikit? Apakah yang salah pada diri ini? 
Aku hanya berharap mereka yang melintas dan melindas tahu tata krama. Seandainya aku bisa bicara kan kukatakan kepada semua, bak orator ulung disaat pesta demokrasi, bahwa :
Andai kalian lewat, lihatlah batas beban yang engkau bawa
Andai kalian menapak, jejakkan tungkai kaki lain dengan layak
Andai kalian merawatku, berikanlah sesuap aspal yang terbaik dan teristimewa bagi ku
Andai kalian merombakku, tambahkanlah material semen dan beton terindah dan terkuat sepanjang masa
Andaikan kalian berteriak, nyatakanlah dengan santun tanpa harus memekakkan telinga bayi mungil
Andaikan kendaraan kalian berbatuk hitam, rawatlah segera ke klinik mekanik terdekat
Andaikan ada yang mau mendengarkan diriku ini, akan kubuat mereka senang sepanjang masa
Andaikan ada yang mau membaca keluh kesahku ini, akan kubuat mereka bergembira melaju diatas diriku
Andaikan ada secercah asa yang mereka pancarkan buat diriku, akan kuberikan mereka hal yang terindah dan terbaik dalam masa hidupnya
Andaikan......
(Arrrggh ternyata aku hanya bermimpi di malam bertabur bintang ini...
Aku hanyalah seonggok badan jalan yang terdiam membisu menatap para pelaku jalan...
Apakah engkau mau mengerti???)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar